Sunday, September 4, 2016

Hotel Terbesar di Jerman Ini Ternyata Lokasi 'Cuci Otak' Nazi


Berlin - Prora, sebuah kompleks resor pinggir pantai yang berlokasi di Pulau Rugen, Jerman, awalnya dibangun sebagai tempat berlibur dan persiapan indoktrinasi perang bagi anggota Nazi.

Hitler memiliki impian besar atas dibangunnya resor tersebut. Namun pecahnya Perang Dunia II menyebabkan pembangunan kompleks berhenti.
Dikutip dari News.com.au, Minggu (4/9/2016), saat ini bangunan yang menjadi salah satu peninggalan terbesar Nazi itu sedang diubah menjadi akomodasi mewah.

Kompleks Prora terdiri dari delapan bangunan yang terbentang sepanjang 4,8 kilometer di pinggir pantai Pulau Rugen. Sebanyak 10.000 kamar di resor itu memiliki pemandangan pantai, dua tempat tidur, lemari, dan wastafel, serta kamar mandi di setiap lantai.


Bangunan awalnya dimaksudkan sebagai tempat berlibur bagi kelas pekerja Jerman, terlepas dari kelas atau pendapatan mereka. Itu merupakan program Reich ketiga, yang merancang agar kelas pekerja dapat berlibur ala kelas menengah.
Delapan bangunan yang ada di Kompleks Prora telah mengalami perubahan drastis selama bertahun-tahun. Salah satu gedung berubah menjadi hostel besar dan dua lainnya dibeli oleh sebuah perusahaan asal Liechtenstein. Sementara itu, bangunan keempat diledakkan oleh tentara Soviet.

Empat bangunan tersisa saat ini tengah direnovasi dengan menghabiskan dana sekitar 130 juta dolar Australia (Rp 1,3 triliun) untuk mengubahnya menjadi akomodasi mewah.

Kompleks Prora Solitaire dibuka selama musim panas dengan menargetkan mereka yang mencari tempat berlibur. Sekitar 95 persen kamar telah terjual. Menurut laporan The Indpendent, pembeli asal Jerman mendapat keringanan pajak.
"Ini merupakan kompleks baru di Jerman di mana pengunjungnya mendapat akses langsung ke pantai yang indah," ujar perwakilan sales real estate Irisgerd, Werner Jung.

\

Namun tak semua orang senang dengan perubahan yang dilakukan ke kompleks bersejarah tersebut.

"Ini adalah tempat di mana 20.000 orang dipersiapkan untuk bekerja dan berperang," ujar kepala sejarawan di sebuah museum di Prora, Katja Lucke.

No comments:

Post a Comment