Roma - Di antara 6.500 para pencari suaka yang diselamatkan di Laut Mediterania baru-baru ini, dua di antaranya adalah bayi kembar berusia lima hari. Tubuh mungil mereka bertahan di tengah ganasnya laut lepas.
Seperti dilansir CNN, Kamis (1/9/2016) operasi penyelamatan dilakukan oleh kru penjaga pantai Italia, kelompok kemanusiaan Spanyol, Proactiva Open Arms serta dibantu dengan kapal Dignity 1 milik Medecins Sans Frontieres (MSF). Saat itu terdapat 15 perahu karet dan satu kapal kayu yang bermuatan penuh para pencari suaka.
Demi mendapat perawatan intensif bagi dua bayi kembar laki-laki dan sang ibu, evakuasi medis --Medevac-- pun dilakukan. Demikian cuitan dari MSF di media sosial Twitter.
Tak dijelaskan lebih rinci dari mana asal keluarga bayi kembar itu.
Operasi penyelamatan di Laut Mediterania, lepas pantai Libya yang melibatkan MSF, Proactiva Open Arms, dan kru penjaga pantai Italia ini berhasil menyelamatkan 3.000 migran. Satu evakuasi lainnya juga berlangsung di perairan Maltese.
Sementara itu, dalam beberapa waktu terakhir setidaknya telah dilakukan 40 kali upaya penyelamatan dengan jumlah migran yang selamat mencapai 6.500 orang. Penjaga pantai Italia menjelaskan, nantinya para pencari suaka ini akan dibawa ke pelabuhan di Calabria dan Sisilia.
Pada Senin 29 Agustus lalu jumlah migran yang berhasil diselamatkan dilaporkan jauh lebih tinggi tiga kali lipat dibanding beberapa pekan sebelumnya. Laporan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyebutkan 2.197 pencari suaka menempuh rute yang sama yakni melintasi Laut Mediterania pada 14 Agustus lalu.
Melarikan Diri dari Konflik dan Kekerasan
Menurut IOM, kebanyakan migran yang berhasil diselamatkan sepanjang pekan ini berasal dari negara-negara Afrika yakni Nigeria, Eritrea, dan Gambia. Rata-rata mereka memilih menempuh rute Mediterania dan berangkat melalui Libya atau negara-negara lainnya di Afrika Utara dengan tujuan Italia.
IOM menduga, para pencari suaka ini mengambil keuntungan dari kekacauan politik yang tengah terjadi di Libya untuk melarikan diri melalui negara menyusul 'terbukanya' pintu perbatasan. Sementara di sisi lain, krisis di negeri yang pernah dipimpin Muammar Khadafi itu telah berperan dalam meningkatkan bisnis penyelundupan manusia.
Migran Afrika yang tiba di Libya selatan umumnya akan diangkut melalui padang pasir menuju pantai di bagian utara di mana mereka akan naik perahu menuju Benua Eropa.
Sepanjang 2016, IOM mencatat Eropa dibanjiri 264.531 pencari suaka yang tiba lewat jalur laut terutama melalui Yunani dan Italia. Dari sekian banyak yang berusaha menggapai mimpi memulai hidup di tempat baru, 3.165 orang dinyatakan meninggal dunia di laut, sementara IOM menyebut jumlah tersebut besar kemungkinan akan meningkat.
Mereka yang tewas kebanyakan karena menempuh perjalanan laut yang lama dan berbahaya menuju Italia. Perjalanan ini dinilai lebih pendek ketimbang harus melewati Turki selanjutnya ke Yunani dan baru ke Italia.
Laut Mediterania dikenal sebagai salah satu lautan berbahaya di muka bumi. Dan jelang musim dingin, keganasan di Laut Tengah semakin menjadi-jadi seiring dengan cuaca dingin dan gelombang yang dapat mencapai delapan meter.
Ribuan orang ini melarikan diri dari konflik dan kekerasan yang terjadi di negara mereka. Eropa dianggap menawarkan harapan baru menyusul sejumlah negara seperti Jerman menunjukkan niat baik dengan menerima pengungsi, berbeda dengan sikap negara-negara Timur Tengah yang bergeming menghadapi isu ini.
Seperti dilansir CNN, Kamis (1/9/2016) operasi penyelamatan dilakukan oleh kru penjaga pantai Italia, kelompok kemanusiaan Spanyol, Proactiva Open Arms serta dibantu dengan kapal Dignity 1 milik Medecins Sans Frontieres (MSF). Saat itu terdapat 15 perahu karet dan satu kapal kayu yang bermuatan penuh para pencari suaka.
Demi mendapat perawatan intensif bagi dua bayi kembar laki-laki dan sang ibu, evakuasi medis --Medevac-- pun dilakukan. Demikian cuitan dari MSF di media sosial Twitter.
Tak dijelaskan lebih rinci dari mana asal keluarga bayi kembar itu.
Operasi penyelamatan di Laut Mediterania, lepas pantai Libya yang melibatkan MSF, Proactiva Open Arms, dan kru penjaga pantai Italia ini berhasil menyelamatkan 3.000 migran. Satu evakuasi lainnya juga berlangsung di perairan Maltese.
Sementara itu, dalam beberapa waktu terakhir setidaknya telah dilakukan 40 kali upaya penyelamatan dengan jumlah migran yang selamat mencapai 6.500 orang. Penjaga pantai Italia menjelaskan, nantinya para pencari suaka ini akan dibawa ke pelabuhan di Calabria dan Sisilia.
Pada Senin 29 Agustus lalu jumlah migran yang berhasil diselamatkan dilaporkan jauh lebih tinggi tiga kali lipat dibanding beberapa pekan sebelumnya. Laporan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyebutkan 2.197 pencari suaka menempuh rute yang sama yakni melintasi Laut Mediterania pada 14 Agustus lalu.
Melarikan Diri dari Konflik dan Kekerasan
Menurut IOM, kebanyakan migran yang berhasil diselamatkan sepanjang pekan ini berasal dari negara-negara Afrika yakni Nigeria, Eritrea, dan Gambia. Rata-rata mereka memilih menempuh rute Mediterania dan berangkat melalui Libya atau negara-negara lainnya di Afrika Utara dengan tujuan Italia.
IOM menduga, para pencari suaka ini mengambil keuntungan dari kekacauan politik yang tengah terjadi di Libya untuk melarikan diri melalui negara menyusul 'terbukanya' pintu perbatasan. Sementara di sisi lain, krisis di negeri yang pernah dipimpin Muammar Khadafi itu telah berperan dalam meningkatkan bisnis penyelundupan manusia.
Migran Afrika yang tiba di Libya selatan umumnya akan diangkut melalui padang pasir menuju pantai di bagian utara di mana mereka akan naik perahu menuju Benua Eropa.
Sepanjang 2016, IOM mencatat Eropa dibanjiri 264.531 pencari suaka yang tiba lewat jalur laut terutama melalui Yunani dan Italia. Dari sekian banyak yang berusaha menggapai mimpi memulai hidup di tempat baru, 3.165 orang dinyatakan meninggal dunia di laut, sementara IOM menyebut jumlah tersebut besar kemungkinan akan meningkat.
Mereka yang tewas kebanyakan karena menempuh perjalanan laut yang lama dan berbahaya menuju Italia. Perjalanan ini dinilai lebih pendek ketimbang harus melewati Turki selanjutnya ke Yunani dan baru ke Italia.
Laut Mediterania dikenal sebagai salah satu lautan berbahaya di muka bumi. Dan jelang musim dingin, keganasan di Laut Tengah semakin menjadi-jadi seiring dengan cuaca dingin dan gelombang yang dapat mencapai delapan meter.
Ribuan orang ini melarikan diri dari konflik dan kekerasan yang terjadi di negara mereka. Eropa dianggap menawarkan harapan baru menyusul sejumlah negara seperti Jerman menunjukkan niat baik dengan menerima pengungsi, berbeda dengan sikap negara-negara Timur Tengah yang bergeming menghadapi isu ini.
sumber : liputan6.com
No comments:
Post a Comment